ERA MILINEAL : GENERASI RENTAN GANGGUAN MENTAL By : fitahaawan
- qonsulinpedia
- 14 Feb 2019
- 2 menit membaca
Diperbarui: 27 Feb 2019

Seperti yang telah kita ketahui, generasi milenial digadang-gadang sebagai generasi yang lengket dengan teknologi. Perkembangan teknologi yang begitu pesat dan terbarukan membawa transisi yang signifikan dalam aspek kehidupan. Penelitian menunjukkan bahwa generasi milineal mengalami krisis terhadap kesehatan mental. Penelitian di New York yang dilakukan oleh dr. Glen Geyer pada tahun 2017, sebanyak 59% responden milenial dilaporkan mengalami gangguan psikologikal, khususnya depresi dan kecemasan.
Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Seperti yang dilansir dalam artikel MapHealth Management, 2018, dampak buruk teknologi telah mencapai 42%, terutama pada penggunaan gadget yang cenderung overuse dan hyperconnected, khususnya media sosial. Melalui portal media sosial, kaum milenial akan menemukan berbagai jenis komunitas, mulai dari yang biasa saja, kaum sosialita, sampai dengan sebutan Crazy Rich Indonesian. Penggunaan media yang tidak bijak menjadikan kaum milineal cenderung membandingkan kondisi hidupnya dengan orang lain, bahkan sampai kehilangan kepercayaan diri dan merasa hidupnya tidak lebih baik dari orang lain. Hal inilah yang berdampak pada kesehatan mental seseorang dan cukup sulit untuk dideteksi lebih dini.
Tidak hanya itu, kondisi semakin memprihatinkan dengan adanya cyber bullying, percobaan bunuh diri, dan kecenderungan mengakses video/game yang berbau kekerasan serta permasalahan hidup yang menumpuk. Hal ini terlihat pada data International Centre for Research on Woman (ICRW) pada tahun 2015 yang menemukan fakta bahwa 84% siswa mengaku pernah mengalami kekerasan dan 75% siswa mengaku melakukan kekerasan. Selain itu, data WHO, 2018 menunjukkan bahwa bunuh diri merupakan penyebab kematian no. 2 terbesar pada usia 15-29 tahun. Depresi menjadi salah satu penyebab dan diperkirakan 300 juta orang mengalami depresi.
Terkait hal tersebut, hal ini tentu menjadi isu yang begitu penting untuk dicarikan solusinya mengingat beragam kasus akan memberikan dampak serius bagi kesehatan jiwa yang berujung pada aksi bunuh diri. Para sobat Ulin, masa muda merupakan masa-masa untuk berkarya dan membuat memori yang indah. Aksi bunuh diri bukanlah pilihan untuk mengakhiri permasalahan. Jika merasa permasalahan begitu menggunung dan tidak ditemukan jalan keluar, mari saling bercerita keluh kesah minimal kepada salah satu orang tua atau teman terdekat yang mengerti dan paham betul terkait diri anda. No Health without Mental Health!
Comments